Saturday 26 May 2012

Unsur-Unsur Piadana


Unsur-Unsur Piadana

Dari beberapa definisi diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :[1]
a.        Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
b.      Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang nenpunyai kekuasaan ( oleh yang berwenang ).
c.       Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-undang.
Jika kita kaji dengan hukum ynng berlaku di Indonesia, maka untuk perumusan pidana dari pengertian diatas telah memenuhi unsur-unsur pidana itu sendiri.
Secara tradisional, teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam dua kelompok teori yaitu :
a.        Teori absolut atau teori pembalusan ( retributivel vergeldings theorieen).
b.      Teori relatif atau teori tujuan.
Apabila teori-teori diatas dikupas lebih mendalam, maka akan kita dapatkan penjelasan-penjelasan sebagai berikut :
1)      Teori Absolut
teori ini, pidana dijatuhkan karena semata-mata orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana ( quia peccatum est ). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes tujuan utama ( primair ) dari pidana menurut teori absolut ialah "untuk memuaskan tuntutan keadilan" sedangkan pengaruh pengaruhnya yang menguntungkan adalah skunder.
2)      Teori Relatif
Menurut teori ini, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu menurut J.Andenaes, teori ini davat disebut sebagai "teori perlindungan masyarakat" ( the theory of social defence ). Menurut Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut aliran reduktif karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Oleh karena itu, penganutnya dapat disebut dengan golongan "reducers".
Disamping ilmu hukum pidana, yang sesungguhnya dapat dinamakan ilmu tentang hukuman kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatannya sendiri yang dinamakan kriminologi.[2]
Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana tersebut, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang yang bermanfaat bagi si-pelaku maupun untuk orang lain, bahkan lingkungannya pun akan sangat mempengaruhi tujuan-tujuan untuk terciptanya keadaan yang lebih baik. Oleh karena itu teori inipun sering juga disebut dengan teori tujuan ( Utilitarian theory ). Dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini, terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkau "quia peccatum est" ( karena orang membuat kejahatan ) melainkan "ne peccetur" ( supaya orang jangan melakukan keiahatan ).


[1] faktor-faktor yang  menjadi  pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat / ringannya pidana terhadap terdawa, bambang tri bawono, dosen fakultas hukum unissula semarang, Jurnal Hukum, Vol. 14, No. I, April 2004 pg 140
[2] Hadisoeprapto,Hartono,S.H.,pengantar tata huku indonesia edisi 3, liberti,  yogyakarta, 1993 pg 105

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger