Unsur-Unsur
Piadana
Dari beberapa definisi diatas, dapatlah
disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut
:[1]
a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu
pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak
menyenangkan.
b. Pidana
itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang nenpunyai kekuasaan (
oleh yang berwenang ).
c. Pidana
itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut
Undang-undang.
Jika kita kaji dengan hukum ynng berlaku
di Indonesia, maka untuk perumusan pidana dari pengertian diatas telah memenuhi
unsur-unsur pidana itu sendiri.
Secara tradisional, teori-teori
pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam dua kelompok teori yaitu :
a. Teori absolut atau teori pembalusan ( retributivel
vergeldings theorieen).
b. Teori
relatif atau teori tujuan.
Apabila teori-teori diatas dikupas lebih
mendalam, maka akan kita dapatkan penjelasan-penjelasan sebagai berikut :
1) Teori
Absolut
teori ini, pidana dijatuhkan
karena semata-mata orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (
quia peccatum est ). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai
suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran
dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut
Johannes Andenaes tujuan utama ( primair ) dari pidana menurut teori absolut
ialah "untuk memuaskan tuntutan
keadilan" sedangkan pengaruh pengaruhnya yang menguntungkan adalah
skunder.
2) Teori
Relatif
Menurut teori ini,
memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan
itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu menurut J.Andenaes, teori ini davat
disebut sebagai "teori perlindungan
masyarakat" ( the theory of social defence ). Menurut Nigel Walker
teori ini lebih tepat disebut aliran reduktif karena dasar pembenaran pidana
menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Oleh karena itu,
penganutnya dapat disebut dengan golongan "reducers".
Disamping ilmu
hukum pidana, yang sesungguhnya dapat dinamakan ilmu tentang hukuman kejahatan,
ada juga ilmu tentang kejahatannya sendiri yang dinamakan kriminologi.[2]
Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan
pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak
pidana tersebut, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang yang bermanfaat bagi
si-pelaku maupun untuk orang lain, bahkan lingkungannya pun akan sangat
mempengaruhi tujuan-tujuan untuk terciptanya keadaan yang lebih baik. Oleh karena
itu teori inipun sering juga disebut dengan teori tujuan ( Utilitarian theory ).
Dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini, terletak pada tujuannya.
Pidana dijatuhkau "quia peccatum est"
( karena orang membuat kejahatan ) melainkan "ne peccetur" ( supaya orang jangan melakukan keiahatan ).
[1] faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat / ringannya
pidana terhadap terdawa, bambang tri bawono, dosen fakultas hukum unissula
semarang, Jurnal Hukum, Vol. 14, No. I, April 2004 pg 140
[2] Hadisoeprapto,Hartono,S.H.,pengantar
tata huku indonesia edisi 3, liberti,
yogyakarta, 1993 pg 105
No comments:
Post a Comment