Utilitarian
Theory
Pebedaan antara teori-teori ini dapat kita
golongakan atau kita lebih spesifikasikan sebagai berikut :[1]
1) Pada
teori retribution :
a) Tujuan
pidana adalah sematamata untuk pembalasan
b) Pembalasan
adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan
lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat
c) Kesalahan
merupakan satumtunya syarat untuk adanya pidana
d) Pidana
harus disesuaikan dengan kesalahan si-pelanggar
e) Pidana
melihat ke belakang; sebaga bentuk pencelaan yang murni dan tujuannya tidak
untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar.
2) Pada
teori utilitarian :
a) Tujuan
pidana adalah pencegahan ( prevention ).
b) Pencegahan
bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.
c) Hanya
pelanggaran-pelatlggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si-pelaku saja (
misal karena sengaja ) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.
d) Pidana
harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.
e) Pidana
melihat kemuka ( berifat prospektif ) ; pidana dapat mengandung unsur pencelaan,
tetapi baik baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterirna
apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Sehuhungan dengan masalah tujuan pidana,
berikut ini dikemukakan pendapat para sarjana sebagai berikut :[2]
1) Richard D. Sthwartz dan Jerome H. Skolnick :
Sanksi pidana
dimaksudkan untuk :
a) Mencegah
terjadinya pengulangan tindak pidana (to preventrecidivism)
b) Mencegah
orang lain melakukan perbuatan yang sania seperti yang dilakukan si terpidana (
to deter other from the performance of similaracts )
c) Menyediakan
saluran untuk mcwujudkan motifmotif balas dendam (to provide a channel for the
expression of retaliatory motives)
2) John
kaplan disamping mengemukakan adanya empat teori meengenai dasar-dasar pembenaran
pidana ( yaitu teori retribution, deterrence, incapatiation dan rehabilitation
), John Kaplan mengemukakan pula adanya dasar-dasar pembenaran pidana yang
lain, yaitu :
a) Untuk
menghindari balas dendam ( avoidance of blood feuds )
b) Adanya
pengaruh yang bersifat mendidik ( the educational effect )
c) Mempunyai
fungsi memelihara perdamaian (the peace keepingfunction).
3) Dalam
bukunya John Kaplan yang berjudul "Suatu reorientasi dalam hukum
pidana," Roeslan Saleh mengemukakan bahwa hakekatnya ada dua poros yang
menentukan garis-garis hukum pidana yaitu :
a) Segi
prevensi
yaitu bahwa hukum
pidana adalah hukum sanksi, suatuupaya untuk dapat mempertahankan kelestarian
hidup bersamadengan melakukan pencegahan kejahatan
b) Segi
pembalasan
yaitu bahwa hukum
pidana sekaligus merupakan pula penentuan hukum, merupakan koreksi dari dan
reaksi atas sesuatu yang tidak bersifat hukum.
4) Dr.Sahetapy
Dengan disertasinya yang berjudul "Ancaman pidana mati terhadap pembunuhan
berencana", dikemukakan olehnya bahwa pemidanaan bertujuan "pembebasan".
Pidana harus dapat membebaskan si pelaku dari cara atau jalan yang keliru yang
telah ditempuhnya. Makna membebaskan tidak identik dengan pengertian
rehabilitasi atau reformasi.
Hukum pidana yang berlaku diIndonesia
sekarang ini adalah hukum pidana yang sebagian telah dikodifir,yaitu sebagian
terbasar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang
(wetboek).
Yang dinamaka kodifiasi, hukum itu lalu
menaji beku, statis, sukar berubah. Adapun yang selalu melakukan kodifikasi
ialah hakim, karena dialah yang berkewajiban menegakkan hukumditengah-tengah
masyarakat.[3]
Yang dinamakan kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP), menurut suatu sistem yang tertentu. Sedang aturan-aturan lain
pidana berada diluar wetboek, seperti misalnya dalam peraturan lalu lintas (wegveerkers
ordonnantie dan wegveerkersverordenning).[4] Macam-macam
hukum pidana :
1. Hukum
pidana umum
2. Hukum
pidana militair
3. Hukum
pidana fiskal
Jenis pidana menurut KUHP seperti
terdapat dalam pasal 10,terbagi dalam dua jenis, yakni :[5]
a. Pidana Pokok, yaitu :
1) Pidana
Mati.
2) Pidana
Penjara.
3) Pidana
Kurungan.
4) Pidana
Denda.
5) Pidana
Tutupan.( Berdasar UU No. 20 Tahun 1946 )
b. Pidana
Tambahan, yaitu
1) Pencabutan
hak-hak tertentu.
2) Perampasan
barang-barang tertentu.
3) Pengumuman
putusan Hakim.
[1] faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat /
ringannya pidana terhadap terdawa, bambang tri bawono, dosen fakultas hukum
unissula semarang, Jurnal Hukum, Vol. 14, No. I, April 2004 pg 141-142
[2] faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat /
ringannya pidana terhadap terdawa, bambang tri bawono, dosen fakultas hukum
unissula semarang, Jurnal Hukum, Vol. 14, No. I, April 2004 pg 142
[3] Kansil,
C.S.T. Drs. S.H. pengntar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia, Balai pustaka,
1989
[4] Hadisoeprapto,Hartono,S.H.,pengantar
tata huku indonesia edisi 3, liberti,
yogyakarta, 1993 pg 105
[5] R.
Soesilo, Kitab Undang-undang hukum pidana serta komentarnya, politcia Bogor,
1996, hd 34.
No comments:
Post a Comment